Rabu, 01 Agustus 2012

akhlak kepada khalik dan makhluk


AKHLAK (KEPADA KHALIK DAN MAKHLUK)
1.        Pengertian Akhlak, Ilmu Akhlak, Etika, dan Moral
A.      Akhlak
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan).
Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlâqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi mazid af’ala, yuf’ilu if’âlan yang berarti as-sajiyyah (perangai), ath-thabî’ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-’âdah (kebiasaan, kelaziman), al-murû’ah (peradaban yang baik) dan ad-dîn (agama).
Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat mengatakan bahwa: ”akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal sebagai hujjatul Islam (pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, mengatakan akhlak adalah: ”sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gamblang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.[1]
B.       Ilmu Akhlak
Ilmu Akhlak adalah pengenalan terhadap kemulaiaan akhlak dan kebejatannya. Muhaqqiq Thusi mengatakan bahwa ilmu Akhlak yaitu pengetahuan tentang bagaimana jiwa manusia menyandang suatu karakter yang memuliakan seluruh tindakan yang dilakukan atas dasar kehendak.[2]

C.      Etika
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak (moral). Dari pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.
Ahmad Amin mengartikan etika adalah: ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.[3]
D.      Moral
Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah.[4]
2.             Perbedaan antara Akhlak, Ilmu Akhlak, Moral, dan Etika
Dilihat dari fungsi dan peranannya dapat dikatakan bahwa etika, moral, akhlak yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai dan tentram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriyah.perbedaan antara etika, moral, dan susila dengan akhlak adalah terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk menetukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk berdasarkan akal pikiran, dan pada moral berdasarkan kebiasaan yang dilakukan umum dimasyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakn untuk menentukan baik dan buruk itu adalah al-qur’an dan al-hadis.
Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pula pada sifat dan kawasan pembahasannya. Jika etika lebih bersifat teoritis, maka pada moral dan etika lebih banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral dan susila bersufat local dan individual. Etika mejelaskan baik ukuran buruk, sedangkan moral bersifat lkal dan individual. Etikan menjelaskan baik atau buruk sedangkan moral menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.[5]
3.        Macam – Macam Akhlak
Akhlak terbagi menjadi dua macam yaitu:
·         Akhlak Mahmudah (akhlak terpuji)  dan
·         Akhlak Madzmumah (akhlak tercela).
Akhlak Mahmudah (akhlak terpuji)  contohnya adalah : jujur, khusnudzon (berbaik sangka), menolong sesama, tawakkal, taat, istiqomah, optimis, dll. Sedangkan contoh dari Akhlak Mazmumah (akhlak tercela), adalah : bohong, dengki, fitnah, putus asa, iri hati, pesimis, sombong, su’udzon (berburuk sangka) dan sebagainya. Menurut cara pembentukannya, akhlak dibedakan menjadi dua cara yaitu: 1. Insting yang dibawa manusia sejak lahir tanpa dibentuk atau usahakan (ghair muktasabah). 2. Hasil usaha dari pendidikan, latihan pembinaan, perjuangan keras dan sungguh-sungguh (muktasabah).[6]



4.        Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akhlak
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umunya, ada tiga aliran yaitu:
1) Aliran Nativisme : Menurut aliran ini faktor yang paling berpengaruhi terhadap diri seseorang adalah faktor bawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecendrungan, bakat, dan akal. Jika seorang telah memiliki bawaan kepada yang baik maka dengan sendirinya orang tersebut lebih baik.
2) Aliran Empirisme : Menurut aliran ini faktor yang paling berpengaruhi terhadap pembentukan diri seorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkugan sosial; termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan.
3) Aliran Konvergensi  : Menurut aliran ini faktor yang paling mempengaruhi pembentukan akhlak yakni faktor internal (pembawaan) dan faktor dari luar (lingkungan sosial). Fitrah dan kecendrungan ke arah yang lebih baik yang dibina secara intensif secara metode.
Hal ini dapat dipahami dari hadits di bawah ini.
كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهوّدانه او ينصّرانه او يمجّسانه (رواه البخاري)
Artinya: setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan (membawa) fitrah (rasa ketuhanan dan kecendrungan kepada kebenaran). Maka kedua orang tuanya yang membentuk anak itu menjadi yahudi, Nasrani, atau majusi. (HR. Bukhori).[7]


[1] Abuddin Nata, M.A. Akhlak Tasawuf. (Jakarta, PT.Raja Garfindo Persada.2000) hal. 60
[2] Ibid, hal. 63
[3] Moh. Amin, Pengantar Ilmu Akhlak, (Surabaya "EXPRES". 1987) hal. 7-8
[5]  Abuddin Nata, M.A, Op-Cit, hlm.90-93
[6] Imam S. Ahmad, Tuntunan Akhlaqul Karimah (Jakarta: Lekdis, 2005). Hal.5.
[7]  Moh. Amin, Op.Cit, hal. 10-11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar